Dalam sebuah langkah yang menandai pergeseran besar dalam kebijakan pertahanan kolektif, para pemimpin Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO), telah mendukung peningkatan belanja militer yang ambisius. Anggota NATO kini berkomitmen untuk mengalokasikan 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka untuk anggaran pertahanan, sebuah lonjakan drastis dari target sebelumnya sebesar 2%.
Peningkatan ini, yang secara luas dianggap sebagai keberhasilan diplomatik Donald Trump, disetujui dalam pertemuan puncak baru-baru ini. Trump, yang hadir langsung, menyatakan kegembiraannya, "Kita meraih kemenangan besar di sini," seraya menambahkan harapannya bahwa dana tambahan tersebut akan digunakan untuk membeli perangkat keras militer buatan Amerika. Hal ini memperkuat pandangan bahwa Amerika Serikat akan menjadi penerima manfaat utama dari peningkatan anggaran ini.
Target 5% ini tidak akan dicapai dalam satu tahun, melainkan dalam kurun waktu 10 tahun. Secara rinci, negara-negara anggota berjanji untuk membelanjakan 3,5% dari PDB mereka untuk pertahanan inti seperti pasukan, persenjataan, dan peralatan militer. Sisanya 1,5% akan dialokasikan untuk tindakan terkait pertahanan yang lebih luas, termasuk keamanan siber, perlindungan jaringan pipa, serta adaptasi jalan dan jembatan untuk menangani kendaraan militer berat.
Ancaman Trump dan Kekhawatiran Eropa
Keputusan ini muncul di tengah kekhawatiran yang memuncak di Eropa tentang potensi agresi Rusia, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022. Sekretaris Jenderal NATO, Mark Ru, menyatakan bahwa NATO kini akan "muncul sebagai aliansi yang lebih kuat, lebih dimiliterisasi dengan persenjataan lebih banyak dan lebih mematikan."
Namun, tidak semua anggota NATO menyambut baik target baru ini. Spanyol menjadi sorotan setelah Perdana Menteri Pedro Sanchez menyatakan bahwa negaranya hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari target anggaran tersebut. Trump secara terang-terangan mengancam akan menghukum Spanyol dengan tarif Amerika jika tidak memenuhi komitmennya.
Perbandingan dengan Masa Lalu dan Implikasi Masa Depan
Patokan belanja militer NATO sebelumnya adalah 2% dari PDB, yang disepakati pada tahun 2014 sebagai respons terhadap aneksasi Rusia atas Krimea. Namun, bahkan target 2% ini jarang terpenuhi; hingga tahun 2023, hanya 11 dari 32 anggota NATO yang berhasil mencapainya. Baru pada tahun 2024, jumlah ini meningkat menjadi 22 negara, sebagian besar karena eskalasi perang di Ukraina.
Peningkatan target menjadi 5% ini menandai eskalasi yang drastis dan mengingatkan pada tahun-tahun awal Perang Dingin, ketika ketakutan akan agresi Soviet mendorong anggaran pertahanan NATO ke titik tertinggi dalam sejarah. Banyak pihak menganggap langkah ini sebagai dimulainya "Perang Dingin Kedua." Pesan yang disampaikan jelas: NATO tidak lagi berasumsi tentang perdamaian, melainkan sedang mempersiapkan diri untuk perang.
Jika semua negara NATO menghabiskan 3,5% dari PDB mereka untuk pertahanan inti, ini akan menghasilkan anggaran sebesar $1,75 triliun. Jumlah yang fantastis ini diperkirakan akan sangat menguntungkan industri militer Amerika Serikat.
Langkah signifikan ini, yang mencakup kemampuan militer konvensional dan perang hibrida melalui perubahan kebijakan rutin, akan memanaskan persaingan persenjataan antara blok Barat dan Timur di benua Eropa.