Social Icons

Jun 14, 2016

Strategi Perang Modern Negara Imperialisme dalam Menguasai Dunia (bag. 6)

Salah satu pengganti perang yang dilakukan oleh negara tertentu terhadap negara lain adalah sanksi ekonomi. Sanksi ekonomi didefinisikan sebagai aksi merusak hubungan kerjasama ekonomi demi meraih tujuan yang dikehendaki. Sejatinya, sanksi ekonomi merupakan alat politik luar negeri sebagai sarana bagi sebuah negara untuk mewujudkan politiknya terhadap negara lain yang menjadi target.

Secara umum, para pakar politik mengklasifikasikan sanksi ekonomi terdiri dari dua kategori, ditinjau dari tujuannya. Pertama, sanksi ekonomi untuk menciptakan instabilitas rezim politik negara yang dijadikan target. Kebijakan ini dilancarkan negara pemberi sanksi yang memandang negara target bertentangan dengan kepentingan strategisnya. Jenis sanksi seperti ini bertujuan untuk mengubah rezim di negara target.

Kedua, sanksi ekonomi yang dilancarkan untuk mengubah prilaku politik maupun ekonomi negara target. Jenis sanksi ekonomi kedua ini lebih lunak dibandingkan pertama. Kategori yang kedua ini diterapkan biasanya berkaitan dengan target tertentu dengan batasan khusus, misalnya sanksi perbankan dan lainnya. Oleh karena itu, ketika sebuah negara hendak merubah rezim negara target biasanya yang dipilih adalah jenis sanksi pertama dengan tujuan melancarkan pukulan telak terhadap kepentingan negara tujuan. Sanksi ini dipilih sebagai pengganti perang.

Sanksi ekonomi pada umumnya diterapkan melalui dua cara. Sanksi perdagangan dan sanksi finansial. Sanksi perdagangan dilakukan dengan membatasi atau memutuskan hubungan ekspor dan impor dari negara target ke negara lain di dunia maupun sebaliknya. Sanksi finansial memberlakukan tekanan dan pembatasan terhadap hubungan finansial negara target. Dengan begitu, investasi dan jaminan finansial serta interaksi keuangan negara target dengan negara lain berada dalam tekanan dan gangguan.

Sanksi terkadang diterapkan secara unilateral oleh sebuah negara terhadap negara target. Tapi acapkali diberlakukan secara multilateral oleh berbagai negara terhadap negara target. Contohnya, sanksi yang dikeluarkan oleh PBB melalaui Dewan Keamanan PBB terhadap sebuah negara target.

Sanksi unilateral hanya melibatkan satu negara kepada negara lain yang dijadikan targetnya. Sanksi seperti ini memiliki dampak yang jauh lebih kecil. Besarnya pengaruh ekonomi dari sanksi tersebut ditentukan oleh seberapa besar pengaruh negara yang menjatuhkan sanksi terhadap negara target. Misalnya, jika Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Kanada, maka pengaruhnya akan sangat besar. Sebab sekitar 80 persen perdagangan Kanada sangat bergantung terhadap hubungan perdagangan dengan Amerika. Tapi, seandainya kontribusi ekonomi Amerika terhadap negara lain tidak lebih dari 15 persen saja, maka sanksi unilateral tidak akan terlalu berpengaruh.

Sementara itu, sanksi multilateral yang diberlakukan sejumlah negara terhadap sebuah negara target, maka pengaruhnya besar. Contohnya, sanksi di DK-PBB terhadap sebuah negara, maka akan mengikat negara anggotanya untuk mematuhi aturan tersebut. Oleh karena itu, jenis ini merupakan sanksi ekonomi paling keras.

Sejak pecahnya Perang Dunia I hingga tahun 1990, yang merentang sekitar 75 tahun secara keseluruhan terdapat 115 sanksi yang dijatuhkan terhadap sejumlah negara dunia. Rata-rata setiap tahunnya sekitar satu setengah sanksi dijalankan. Tapi sejak tahun 1990, jumlah sanksi tersebut semakin meningkat. Misalnya, antara tahun 1990 hingga 1999 yang hanya berjalan sembilan tahun terdapat 66 kasus sanksi ekonomi telah dijatuhkan terhadap sejumlah negara dunia.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar lima sanksi setiap tahunnya. Para ahli menilai, faktor utama penyebab terjadinya lonjakan sanksi ekonomi adalah ambruknya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin. Amerika Serikat senantiasa menjadi negara yang paling besar kontribusinya dalam menjatuhkan sanksi terhadap negara lain.

Pasca berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat menggunakan perang lunak terhadap negara yang dipandang tidak sejalan dengan kepentingannya. Salah satunya dengan menjatuhkan sanksi ekonomi. Seluruh sanksi ekonomi yang dijatuhkan di dunia antara tahun 1918 hingga 1990 berjumlah 118 kasus. Dari jumlah tersebut 77 sanksi ekonomi diprakarsai oleh Amerika Serikat.

Angka tersebut semakin meningkat di era 1990 hingga 1999. Di periode ini, kontribusi Amerika Serikat menjatuhkan sanksi ekonomi kepada negara lain melonjak menjadi 92 persen. Di era pemerintahan Clinton saja, terdapat 35 negara dunia yang menjadi sasaran sanksi ekonomi Amerika Serikat. Ketiga puluh lima negara tersebut berpenduduk sekitar 2,3 miliar jiwa yang mengisi 42 persen populasi dunia dan konsume 19 persen produk ekspor dunia yang setara dengan 790 milar dolar.

Tujuan sanksi tersebut antara lain mencegah pelanggaran hak asasi manusia 22 kasus, pemberantasan terorisme internasional 14 kasus, larangan penyebaran senjata nuklir 9 kasus dan pencegahan, penyebaran, friksi dan perang sebanyak 7 kasus.

Tujuan utama Amerika Serikat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap sejumlah negara dunia, karena Washington memandang tidak bisa menjalin interaksi konstruktif dengan negara target. Sebab, Amerika Serikat meyakini saat ini dunia secara umum telah berubah dari multi kutub menjadi satu kutub. Oleh karena itu, pihak yang tidak bisa sejalan dengan kebijakannya harus diubah dengan berbagai cara, termasuk dijatuhi sanksi ekonomi.

Data yang dihimpun dari Tech Foundation menunjukkan bahwa sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap 26 negara dunia telah menyebabkan terjadinya penurunan ekspor negara itu sebesar 19 miliar dolar. Hilangnya 200 ribu lapangan kerja di sektor komoditas ekspor dan merugikan buruh yang bergerak di sektor komoditas ekspor dengan tingkat kerugian miliaran dolar.

Hanya sebagian kecil dari sanksi yang dijatuhkan selama beberapa dekade lalu yang didukung oleh PBB. Tapi, proses peningkatannya juga menarik perhatian. Pasalnya, dalam rentang tahun 1946 hingga 1990, DK-PBB hanya menjatuhkan sanksi terhadap dua negara dunia. Yaitu, Afrika Selatan dan Rhodesia.

Tapi kemudian di tahun 1990 hingga 1999 membengkak menjadi 10 negara dan DK-PBB meratifikasi 12 sanksi ekonomi. Di tahun 1990 saja Dewan Keamanan telah menjatuhkan 4 sanksi terhadap Ethiopia, Eritrea, Yugoslavia dan Afghanistan dan memperpanjang 20 sanksi lainnya. Dari sekian banyak sanksi tersebut, mayoritas sanksi ekonomi diprakarsai oleh Amerika Serikat.

Sanksi multilateral Irak di tahun 1990 yang diratifikasi setelah rezim Saddam mengagresi Kuwait merupakan salah satu dari kebijakan sanksi ekonomi PBB yang menarik untuk ditelaah. Sanksi tersebut berlanjut hingga 12 tahun lamanya. Pasca kehancuran infrastruktur ekonomi Irak dan korban manusia yang besar serta kerugian material yang tinggi, Amerika Serikat melancarkan agresi militer ke Irak demi mewujudkan tujuannya mengubah rezim di negara Arab itu.

Hasil riset menunjukkan tingkat keberhasilan sanksi di tempat lain tidak terlalu signifikan. Studi terhadap penerapan berbagai sanksi menunjukkan sebanyak 66 persen sanksi tidak berhasil mewujudkan tujuannya dan hanya 34 persen saja yang relatif berhasil. Padahal keberhasilan sanksi dalam rentang waktu antara 2 perang dunia mencapai lebih dari 50 persen.

Fakta ini menunjukkan kebanyakan sanksi ekonomi relatif tidak berhasil mencapai tujuannya, kecuali ada beberapa kasus sanksi berhasil mewujudkan tujuannya di Afrika Selatan dan Rhodesia. Meskipun demikian, sanksi ekonomi tidak bisa menjadikan pemerintahan kulit hitam memimpin Afrika Selatan, tapi telah meningkatkan tekanan besar terhadap rezim ketika itu.

Contoh lain dari sanksi ekonomi untuk menggulingkan rezim adalah sanksi ekonomi yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran. Selama bertahun-tahun dari periode satu presiden hingga ke presiden lain di Amerika, Iran senantiasa menjadi sasaran sanksi dengan dalih antara lain terorisme, pelanggaran HAM, program nuklir militer dan lainnya. Ironisnya, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi tersebut dengan mengajak negara lain mengamini diktenya terhadap Tehran.

Secara pasti sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Iran tentu saja memberikan pengaruh, tapi secara jelas Amerika Serikat tidak berhasil meraih tujuannya dengan berlakukannya sanksi tersebut. Jika tujuan sanksi di Iran adalah melumpuhkan pemerintah, mengubah prilaku atau kebijakan utama pemerintah Iran, maka alih-alih Amerika Serikat berhasil mewujudkan tujuannya di Iran, negara itu kian hari justru semakin independen dan mandiri. Keberhasilan Iran mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi selama satu dekade terakhir menunjukkan faktanya.

Benar kiranya ketika Valerie Raskin, anggota parlemen Rusia yang masuk dalam daftar sanksi Amerika Serikat mengatakan, “Tidak ada sanksi yang mengancam sebuah negara jika di tanah airnya terdapat seluruh unsur dalam tabel alternatif. Statemen ini menunjukkan tekad baja sebuah bangsa yang membela tanah kelahirannya, sekaligus kekuatan persatuan nasional dalam mematahkan sanksi.”
Comments
0 Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...