Amerika Serikat dilaporkan telah menghabiskan antara 15% hingga 20% dari persediaan global, rudal pencegat Terminal High Altitude Area Defense atau THAAD, hanya dalam 11 hari konflik dengan Iran, terhitung dari 13 hingga 24 Juni. Penipisan stok yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, dengan biaya lebih dari $800 juta, menimbulkan pertanyaan mendesak tentang keberlanjutan sumber daya pertahanan rudal Amerika, dan pengorbanan strategis dalam pengerahan aset penting ke satu wilayah.
Penggunaan THAAD yang intensif, sebuah sistem yang dirancang untuk melawan ancaman balistik dari ketinggian tinggi, menggarisbawahi tantangan yang berkembang dari pertahanan rudal modern yang semakin canggih, terutama dari gudang senjata Iran. Laporan menunjukkan bahwa Amerika kemungkinan besar telah meluncurkan 60 hingga 80 rudal pencegat THAAD selama konflik singkat tersebut.
Meskipun THAAD dirancang untuk melawan rudal balistik, konflik ini menyoroti kesulitannya dalam menghadapi rudal hipersonik Iran yang lebih modern dan ancaman ketinggian rendah. Iran, yang awalnya memiliki persenjataan rudal balistik terbatas dengan lintasan yang dapat diprediksi, kini telah mengembangkan strategi serangan hibrida yang kompleks.
Strategi ini menggabungkan salvo rudal massal, drone terbang rendah, dan senjata hipersonik, yang berpotensi membuat sistem pertahanan berlapis pun kewalahan.
Laporan menyebutkan bahwa THAAD hanya melakukan sedikit aksi dalam pertempuran dan mengalami kesulitan menghadapi ancaman ketinggian rendah, memperlihatkan celah dalam cakupan operasionalnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang kerentanan dalam postur pertahanan global Amerika, terutama mengingat ketegangan yang terus berlanjut dengan Tiongkok dan Korea Utara, negara-negara yang juga mengembangkan kemampuan rudal canggih.
Aspek lain yang menjadi sorotan adalah ketidakseimbangan ekonomi yang mencolok. Setiap rudal pencegat THAAD ditaksir memiliki harga sekitar $15 juta, jauh melebihi biaya rudal Iran yang menjadi targetnya, yang berkisar antara $100.000 untuk model lama seperti Fate-110 hingga $1 juta untuk sistem yang lebih canggih. Ini berarti pihak penyerang tetap diuntungkan secara finansial, sementara pihak yang bertahan mengalami kerugian besar.
"Penyerang tetap untung, Bos. Yang bertahan ini tetap tekor," demikian bunyi salah satu komentar yang beredar di kalangan pengamat.
Penipisan stok rudal THAAD yang cepat ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan sumber daya, tetapi juga mengenai pengorbanan strategis dalam pengerahan aset penting ke satu wilayah. Saat Angkatan Darat Amerika mengintegrasikan baterai THAAD ke 8nya, konsumsi rudal pencegat yang cepat terkuras dalam konflik ini menyoroti kerentanan dalam postur pertahanan global.
THAAD pertama kali mencapai penyebaran operasional pada tahun 2008, menandai kemajuan signifikan dalam teknologi pertahanan rudal Amerika yang fokus awalnya adalah untuk melindungi sekutu utama dan pasukan Amerika dari ancaman rudal balistik yang relatif mudah. Namun, sifat ancaman rudal telah berevolusi secara dramatis sejak saat itu.
Kondisi ini kemungkinan besar menjadi salah satu faktor yang mendorong Amerika Serikat untuk memilih jalur gencatan senjata dalam konflik tersebut, mengingat biaya yang sangat tinggi dan efektivitas yang terbatas dalam menghadapi ancaman rudal Iran yang semakin canggih.