Social Icons

Jul 27, 2016

Sekolah Anakmu Disusupi Pemikiran Takfiri Wahabi

Sudah menjadi kewajiban emak-emak untuk mendampingi anaknya belajar, sesibuk apapun dia. Saya percaya, dengan ikut terlibat dalam pelajaran anaknya, orang tua bisa memantau sejauh mana kemajuan dayapikir si anak.

Tapi kalau anak bertanya yang sulit-sulit, nah, disini lah kemampuan kita sebagai orang tua diuji. Misalkan si Sulung saya yang baru duduk di SMP, tiba-tiba nanya.

“Mamah, emang bener kalau teroris mati masuk surga?”


Hadeeh,Bon, gak ada pertanyaan lain apa. Mamah sih bisa saja jawab saklek ‘tidak’, tapi kalau kedenger sama simpatisan si teroris, bisa-bisa rumah kita ditimpukin mereka. Dianggapnya rumah kita ini halal untuk ditimpukin. Tau sendiri, gualaknya bukan maen mereka.

Orang-orang seperti itu mengangap hanya diri mereka sajalah yang masuk surga, sedangkan yang lainnya masuk neraka. Jadi mereka merasa berhak melakukan apapun terhadap orang yang bersebrangan, dengan dalih menegakan amar ma’ruf nahi munkar.

Teman saya pernah berseloroh, kalau surga diisi orang seperti mereka, saya minta pindah aja deh. Mana betah tinggal berdekatan dengan orang yang bentar-bentar mentung fake fentungan dan ngebom sana-sini. Saya hanya tertawa mendengarnya, “Lha, kamu juga, kok yakin bakal masuk surga?”

“Mamah nih, ditanya apa teroris masuk surga, bukannya dijawab malah cengar-cengir sendiri?” si Sulung kembali bertanya.

“Nah, menurut gurumu gimana?”

“Menurut guru agama sih mereka itu kan sedang berjihad melawan taghut, ya, masuk surga, Mah.”

Waduh, gawat ini! ternyata di sekolah anakku sudah disusupi pemikiran radikal. Akhirnya dengan segenap apa yang saya ketahui, saya berusaha menjelaskan dengan kehati-hatian bahwa apa yang dijelaskan gurunya itu salah. Tak ada ajaran dalam agama yang mengajarkan umatnya untuk menyakiti sesama, apalagi membunuh. Tak ada ajaran agama yang menyuruh umatnya melakukan bunuh diri. Islam itu agama toleransi, damai dan penuh kasih. Bukankah Nabi kita hidup berdampingan dengan orang-orang musyrik Mekkah selama 13 tahun dan hidup berdampingan dengan musyrikin Madinah dan Yahudi selama 10 tahun?

“Tapi, Mah, itu kan kata Mamah. Kata pak guru, banyak orang-orang yang seperti Mamah ini. Orang-orang telah terhasut oleh media sehingga gak mau berjihad lagi…”

Kali ini, terpaksa saya harus menggunakan otoritas saya sebagai orangtuanya. “Nak, dengar kata Mamah. Gurumu salah, titik! Gurumu itu teroris, kamu harus nurut apa kata Mamah. Kamu anak Mamah kan?”

“Lho kok Mamah nanya? Masa Mamah lupa sama anak sendiri.”

Nah, pemirsah… sampai dengan tulisan ini dibuat, saya masih belum bisa meyakinkan anak saya untuk memahami apa itu jihad, apa itu teroris. Setiap kali saya memaksa anak saya untuk meyakini bahwa apa yang mereka perbuat itu salah, saya merasa seperti pimpinan teroris itu ketika mendoktrin ‘pengantinnya’ untuk melakukan bom bunuh diri.

Kisah ini bukan sebuah ilusi, ini adalah fakta. Anda dan saya merasakan kehadiran pemikiran takfiri wahabi yang menyelinap masuk ke buku-buku pelajaran di sekolah dari TK hingga perguruan tinggi. Mereka juga aktif mengirim para pendakwa ke masjid-masjid, sekolah-sekolah, instansi-instansi pemerintah, bahkan lembaga pemasyarakatan untuk mencuci otak, sehingga mereka yang telah terkontaminasi oleh wahabisme akan dengan mudah mengklaim sebagai pembawa kebenaran dan pemurni agama serta menilai selain mereka sebagai yang sesat, musyrik, kafir dan wajib dimusuhi,bahkan dibunuh.

Cukuplah Wahabisme menjadi ideologi warga Saudi, karena ‘kita’ bukan warga Saudi, tapi Islam Nusantara. - ArrahmahNews
Comments
0 Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...