Meskipun menyangkal kerjasama, Amerika Serikat (AS) dan Rusia diam-diam berkoordinasi dalam meluncurkan serangan udara mereka di Suriah melalui jaringan Israel. Hal itu diungkap sumber intelijen Israel yang dilansir kantor berita Sputnik, Selasa (20/10/2015).
Tujuan kerjasama diam-diam antara AS dan Rusia adalah untuk menghindari tabrakan pesawat. Pada Kamis lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan penciptaan "hotline" antara militer Rusia dan Israel. Channel itu menyediakan informasi dengan jaringan langsung untuk menghindari insiden tabrakan pesawat saat sama-sama beroperasi di Suriah.
”Tahap pertama pelatihan dilakukan kemarin (14 Oktober), kerjasama antara angkatan udara Rusia dan angkatan udara Israel untuk menghindari insiden berbahaya di langit Suriah,” bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Pada hari Minggu, personel dari kedua militer terus berkoordinasi itu dan melakukan pelatihan yang diperlukan untuk menghindari tabrakan pesawat.
Sumber militer dan intelijen Israel kepada Debkafile, mengatakan Rusia dan Israel menggunakan hootiline di pangkalan udara Al-Hmeineem di dekat Latakia. Hotline itu diawaki oleh pengendali penerbangan berbahasa Arab.
Sedangkan Israel juga menggunakan pusat pengendali pesawat bersama sekutu-sekutu Barat, termasuk Angkatan Udara AS untuk mengkoordinasikan penerbangan mereka dengan komando dari Rusia.
Komunikasi tersebut sangat penting, sebab lalu lintas di langit Suriah saat ini semakin ramai sejak Rusia meluncurkan serangan udara untuk memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok teror lain sejak 30 September 2015.
AS dan Rusia belum merespons laporan dari sumber intelijen Israel itu. Namun, selama ini Washington telah menolak tawaran Moskow untuk membangun hotline yang sama.
”Kami tidak tertarik dalam melakukan itu, selama Rusia tidak bersedia untuk memberikan kontribusi yang konstruktif terhadap upaya kami melawan ISIS. Rusia memiliki agenda sendiri sekarang, mereka mengejar kepentingan mereka sendiri,” kata juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest.
”Jadi itu tidak terlalu mengejutkan bagi saya bahwa Presiden Putin yang putus asa akan mencoba untuk meyakinkan kami untuk bergabung dengan mereka. Tetapi kenyataannya adalah permintaan itu jatuh di telinga yang tuli,” lanjut Earnest. - sindo