VIVA - Arab Saudi mengumumkan telah melakukan
operasi militer di Yaman, sejak Rabu, 25 Maret 2015, dengan serangan
udara bersama 10 negara koalisi, untuk menghalangi pergerakan pasukan
milisi Houthi.
Dikutip dari Reuters, Kamis, 26 Maret
2015, Arab Saudi melibatkan diri dalam konflik di Yaman, setelah milisi
Houthi terus bergerak mendekat ke kota Aden, begitu berhasil merebut
pangkalan udara al-Anad, Rabu.
Keterlibatan Saudi dikhawatirkan
bakal semakin memperburuk konflik, dengan kemungkinan terjadinya perang
sektarian antara komunitas Syiah dan Sunni pendukung Presiden Abd-Rabbu
Mansour Hadi.
Masaki Suematsu, manajer tim energi Brokerage
Newedge Jepang, mengatakan serangan udara yang dilakukan Saudi tidak
akan berdampak besar terhadap pasar minyak dunia.
Meski begitu
dia menyebut akan ada reaksi jika fasilitas minyak Saudi diserang.
"Dampaknya akan luar biasa," katanya. Hal senada disampaikan Tom
O`Sullivan, pendiri konsultan energi Mathyos Jepang.
Serangan
Saudi disebutnya menambah ketidakstabilan di Timur Tengah. Perang sipil
di Yaman dapat dimanfaatkan kelompok radikal Al-Qaeda dan ISIS, untuk
memperkuat posisinya.
Kekhawatiran itu berkaca pada konflik di
Suriah, dengan munculnya ISIS sebagai ancaman baru yang berdampak luas,
berawal dari pemberontakan yang didukung Barat untuk menggulingkan
Presiden Bashar al-Assad.
"Ini sayangnya, satu lagi contoh terbaru negara gagal di kawasan,
setelah Irak, Suriah dan Libya. Sekali lagi, memicu pertanyaan atas
efektivitas kebijakan Amerika Serikat (AS) dan Barat di Timur Tengah,"
ucap O`Sullivan.
Norihiro Fujito, analis senior investasi dari
perusahaan sekuritas Mitsubishi UFJ Morgan Stanley, menegaskan
keterlibatan Saudi akan menjadi pemicu perang sektarian, menjadikannya
sumber kekhawatiran.
Direktur Pusat Studi Timur Tengah dan Afrika
Utara dari Institut Asan di Seoul, Jang Ji-Hyang, mempertanyakan
langkah Saudi, yang terjadi ditengah pembicaraan program nuklir Iran.
Kim
Woo-Kyung, juru bicara SK Innovation, perusahaan induk kilang minyak
terbesar Korea Selatan (Korsel), mengatakan Yaman bukan pemasok besar
minyak dunia, sehingga konflik di Yaman tidak akan mengganggu pasokan
minyak dunia.
Oleh karena itu, keterlibatan Saudi lebih terlihat
seperti langkah politik untuk menaikkan harga minyak, tanpa adanya
ancaman serius terhadap pasokan minyak.
Itu terlihat dari naiknya
harga minyak mentah dunia sebesar 1 persen, Kamis, setelah Arab Saudi
dan negara-negara Teluk mengumumkan telah melakukan operasi militer di
Yaman.