Perdana Menteri (PM) Irak, Haider al-Abadi, memperingatkan risiko pecahnya perang regional sebagai imbas ikut campurnya militer Turki di wilayah Irak utara. Komentar Abadi ini menyusul desakan parlemen Irak pada Turki agar menarik sekitar 2 ribu tentaranya dari Irak utara.
Kedua negara ini bersitegang yang dipicu krisis Suriah dan munculnya kelompok Islamic State (ISIS) di Irak. Ketegangan makin memanas, di mana masing-masing pihak memanggil duta besar yang bertugas di Baghdad dan Ankara.
Parlemen Turki pada pekan lalu setuju memperpanjang kehadiran militer Ankara di Irak utara selama satu tahun untuk memerangi ISIS. Namun, parlemen Irak mengutuknya dan mendesak Turki menarik ribuan tentaranya dari Irak utara yang dianggap Baghdad sebagai “agresi”.
”Kami telah meminta pihak Turki lebih dari sekali untuk tidak campur tangan dalam masalah Irak dan saya takut sepak terjang Turki bisa berubah menjadi perang regional,” kata Abadi yang disiarkan stasiun televisi Pemerintah Irak, hari Rabu (5/10/2016), seperti dikutip Reuters.
”Perilaku Kepemimpinan Turki ini tidak dapat diterima dan kami tidak ingin masuk ke konfrontasi militer dengan Turki,” lanjut Abadi.
Sementara itu, Turki mengklaim kehadiran militernya di Irak atas undangan Masoud Barzani, Presiden Pemerintah Daerah Kurdi, yang menjalin hubungan solid dengan Ankara. Sebagian besar tentara Turki berada di sebuah pangkalan di Bashiqa, wilayah utara Mosul, di mana mereka membantu melatih milisi Peshmerga Kurdi Irak dan para milisi Sunni.
Wakil Perdana Menteri Turki, Numan Kurtulmus, mengatakan penyebaran tentara Turki diperlukan setelah ISIS menduduki sebagian wilayah Irak sejak 2014. “Kehadiran (militer) Turki di Bashiqa atau operasi sekarang di wilayah Suriah tak pernah ditujukan untuk menduduki atau campur tangan urusan dalam negeri negara-negara ini,” katanya.