Perang rahasia antara Rusia dengan Amerika di Suriah semakin intensif setelah Rusia membom konvoi persenjataan pemberontak dukungan Amerika di Aleppo, hanya dua hari setelah Amerika membom pasukan Suriah di Deir Azzour akhir pekan lalu.
Seperti dilaporkan Daily Mail kemarin (21 September), Rusia merilis video yang menunjukkan serangan yang terjadi terhadap konvoi tersebut yang terjadi hari Senin (19 September). Dalam video tersebut tampak para pemberontak Suriah berada di dalam konvoi kemanusiaan PBB sebelum terjadi ledakan yang menghancurkan konvoi tersebut.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa Rusia melancarkan serangan terhadap konvoi tersebut sebagai balasan atas serangan Amerika terhadap pasukan Suriah sebelumnya. Tidak mengherankan jika Amerika langsung menuduh Rusia bertanggungjawab atas serangan itu.
"Rusia merilis rekaman video yang menunjukkan pemberontak Suriah bersenjata mortar bersembunyi di belakang konvoi kemanusiaan yang kemudian meledak dalam bola api besar, setelah Rusia membantah sebagai pelaku serangan udara," tulis Daily Mail dalam laporannya.
"Truk-truk yang dipenuhi dengan obat-obatan dan makanan itu lenyap dari muka bumi ketika konvoinya dihancurkan di Aleppo pada hari Senin, menewaskan 21 orang," tambah laporan itu.
Rusia tentu saja menolak klaim Amerika sebagai pelaku serangan terhadap 'konvoi kemanusiaan'. Namun rekaman video yang dirilisnya seolah mengatakan kepada semua orang bahwa Rusialah pelaku serangan tersebut.
Jubir Kemenhan Rusia Igor Konashenkov mengatakan kepada Rusia Today: "Analisis terhadap gambar yang dibuat oleh drone yang memonitor pergerakan konvoi konvoi di wilayah yang dikuasai pemberontak menunjukkan sejumlah detil. Video itu dengan jelas menunjukkan bagaimana para teroris mengangkut sebuah truk pick-up yang dipenuhi dengan mortar-mortar kaliber besar."
Para pejabat PBB menyebutkan setidaknya 18 truk dalam konvoi itu hancur ketika diserang. Konvoi disebut-sebut akan memberikan bantuan kepada warga di wilayah Orum al-Kubra, Aleppo.
Seorang pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Daily Telegraph bahwa Rusia melakukan serangan tersebut sebagai balasan terhadap serangan Amerika dan koalisinya yang menewaskan 60 prajurit Suriah di Deir Azzour (sejumlah laporan menyebutkan serangan menewaskan 100 prajurit Suriah).
"Semua bukti menunjukkan bahwa Rusia bertanggungjawab atas pemboman itu sebagai aksi balasan atas serangan koalisi pada akhir pekan yang menewaskan 60 prajurit Suriah," tulis Daily Telegraph mengutip pernyataan pejabat tersebut.
Seorang saksi menyebutkan serangan tersebut bahwa serangan tersebut berlangsung selama beberapa jam dan konvoi dihantam oleh setidaknya 20 rudal. Sementara Hussein Badawi yang bekerja untuk LSM White Helmets mengatakan bahwa serangan dilakukan menggunakan helikopter dan rudal-rudal jelajah.
Jubir misi kemanusiaan PBB Jens Laerke menyebut serangan serangan tersebut tidak dilakukan oleh pesawat tempur, mengindikasikan bahwa serangan dilakukan menggunakan rudal-rudal jelajah. Rusia sendiri telah membuktikan kemampuan melancarkan serangan dengan rudal jelajah Kalibr-N yang dilancarkan dari laut, sejauh hingga 2.500 km.
Beberapa saat sebelum terjadinya serangan hari Senin, pemerintah Suriah mengumumkan berakhirnya gencatan senjata akibat terjadi 300 pelanggaran oleh pemberontak dan setelah serangan di Deir Azzour.
Menlu Amerika John Kerry masih berusaha mempertahankan gencatan senjata dan menyebutnya sebagai 'kesempatan terakhir' untuk mengakhiri konflik Suriah. Hari Selasa (20 September) ia bertemu Menlu Rusia Sergei Lavrov dan para pejabat negara-negara terkait, di New York.
Namun, John Kerry, bahkan Presiden Barack Obama, bukanlah penentu berakhirnya perang di Suriah. Bahkan di Amerika sendiri masih terdapat kekuatan-kekuatan yang tidak menginginkan berakhirnya konnfik, termasuk dengan mengorganisir serangan terhadap pasukan Suriah di Deir Azzour. - Blog Berita Cahyono Adi