F-22 Raptor telah muncul sebagai aset tempur paling dapat
diandalkan koalisi pimpinan AS dalam mendukung pesawat koalisi selama serangan
udara di Suriah dan Irak.
Pada awal Juli, F-22 Raptor Angkatan Udara AS memang
hanya terbang 204 sorti dari 44.000 total sorti diluncurkan oleh koalisi untuk
menggempur di Suriah dan Irak. Sebulan yang lalu, pesawat tempur siluman multirole dikerahkan ke pangkalan udara
Al Dhafra di UAE telah menjatuhkan 270 bom pada target di 60 lokasi dari total
7.900 lokasi yang diserang seluruh pesawat yang tergabung dalam Operasi
Inherent Resolve.
Meskipun serangan lebih banyak dilakukan oleh aset
lainnya, peran yang dimainkan oleh F-22 tetap penting untuk menjamin keamanan
dari pesawat lain yang terlibat dalam kampanye udara. Raptor bertindak sebagai
pesawat peperangan elektronik dengan kekayaan sensornya.
Pesawat ini benar-benar membuktikan dirinya sebagai
pesawat multi-role yang mampu menggempur, perang elektronik, pengawalan, dan
mata-mata. Pesawat tempur paling mahal di dunia ini menjadi pesawat pengawal
pesawat lain saat masuk dan keluar dari area sembari mengumpulkan rincian
tentang sistem musuh dan menyebarkan data intelijen dengan aset lain yang
mendukung misi untuk meningkatkan kesadaran situasional secara keseluruhan.
“Kami beroperasi secara teratur di Irak dan Suriah.
Sensor canggih F-22 dan karakteristik siluman memungkinkan kita untuk
beroperasi lebih dekat ke target sehingga pesawat lain juga bisa masuk dengan
lebih sedikit risiko dan target yang lebih pasti, “kata Letnan Kolonel J. (nama
dirahasiakan untuk alasan keamanan ) dalam rilis Air Expeditionary Wing 380
baru-baru ini. “Kami memberikan peningkatan kesadaran situasional untuk pesawat
koalisi lainnya sekaligus juga menjatuhhkan rudal presisi udara ke darat. Hal
ini memungkinkan kita untuk mengurangi risiko untuk pasukan kami sementara
mengurangi risiko korban sipil. Ini adalah benar-benar pesawat multirole”.
F-22 dengan radar canggihnya mengumpulkan rincian tentang
target musuh. Kemudian berbagi “gambar” dengan pesawat serangan, komando dan
kontrol aset, serta pesawat Airborne Early Warning sembari mengawal pesawat
berawak atau tak berawak lainnya. Seperti yang terjadi ketika mereka
memfasilitasi serangan udara balasan yang dilakukan oleh F-16 Royal Jordanian
Air Force setelah ISIS membakar hidup-hidup pilot Maaz al-Kassasbeh yang pada
24 Desember 2014.
F-22 Raptor juga tetap menjalankan fungsi serangan dengan
menggunakan senjata presisi dipandu berupa dua GBU-32 JDAM (Joint Direct Attack
Munitions) seberat 1.000 pounds atau 8 GBU-39 small diameter bombs (SDB).”[
SDB] sangat akurat dari jarak yang sangat jauh dan memiliki jaminan potensi
kerusakan terendah dari senjata apapun dalam persediaan kami,” katanya
sebagaimana dilansir Telegraph Sabtu 15 Agustus 2015.