LiputanIslam – Raja Salman bin Abdulaziz dari
Arab Saudi mengeluarkan dekrit pencopotan Putera Mahkota Muqrin bin
Abdulaziz al-Saud dan Menteri Luar Negeri Saud bin Faisal bin Abdulaziz
al-Saud dari jabatan penting masing-masing.
Sesuai dekrit tersebut Mohammad bin Nayef bin Abdulaziz al-Saud
diangkat sebagai putera mahkota baru menggantikan Muqrin, sementara Adel
bin Ahmed al-Jubeir ditunjuk sebagai menteri luar negeri baru
menggantikan Saud bin Faisal yang sudah 40 tahun menduduki jabatan ini.
Dalam dekrit Raja Saudi itu dinyatakan bahwa Muqrin bin Abdulaziz
sendiri yang mengajukan permohonan untuk mundur dari kedudukanya.
“Kami telah memutuskan untuk menanggapi yang mulia ini dan apa yang
telah dia nyatakan mengenai keinginannya untuk dibebaskan dari kedudukan
sebagai putra mahkota,” bunyi dekrit itu, sebagaimana dirilis kantor
berita resmi Saudi, SPA.
Dalam dekrit yang dirilis Rabu (29/4) itu juga dinyatakan bahwa
Muqrin, 69 tahun, juga dihentikan dari posisinya sebagai wakil perdana
menteri, sementara Muhammad bin Nayef akan bertugas sebagai deputi
perdana menteri sambil tetap melanjutkan jabatannya sebagai menteri
dalam negeri dan ketua dewan politik dan keamanan.
Putera Raja Salman, Pangeran Mohammad bin Salman, yang masih berusia sekitar 30 tahun, ditunjuk sebagai wakil putera mahkota.
Salman bin Abdulaziz dinobatkan sebagai raja Saudi sepeninggal Abdullah
bin Abdulaziz al-Saud di usia 90 tahun pada Januari lalu. Suksesi ini
disusul dengan pengangkatan Pangeran Muqrin bin Abdulazis sebagai putera
mahkota baru.
Salman juga menunjuk Menteri Dalam Negeri Pangeran Mohammad bin Nayef
sebagai wakil putera mahkota sehingga pangeran yang berusia 55 tahun
dan merupakan cucu pendiri kerajaan Saudi Arabia, Abdulaziz bin Saud,
itu adalah orang pertama pada generasinya yang masuk ke wilayah tahta
kerajaan. Selain itu, Salman juga mengangkat puteranya, Mohammad bin
Salman sebagai menteri pertahanan.
Koran al-Akhbar terbitan Lebanon Selasa (28/4) menyebutkan
bahwa Muqrin bin Abdulaziz berada di posisi marginal sejak Salman
memegang tahta kerajaan. Dia tidak diberitahu ketika Saudi memulai
serangan udara ke Yaman, dan sejak awal juga diketahui tidak berada di
kubu yang pro-perang.
Menurut al-Akhbar, diamnya beberapa pangeran Saudi bukanlah
pertanda bahwa mereka menyetujui perang, melainkan diam karena takut,
sebab orang-orang yang tidak memberikan dukungan secara mutlak dan tanpa
syarat kepada serangan saudi ke Yaman akan dinilai sebagai pengkhianat
dan terancam dicopot dari kedudukan masing-masing.