LiputanIslam — Israel dikabarkan kembali melakukan serangan udara terhadap sasaran-sasaran di Suriah. Menurut Al Jazeera, Al Arabia dan media-media kelompok
oposisi Suriah, target-target yang diserang berupa rudal-rudal ‘Scud’
milik Suriah yang diserang pada Rabu 22 April dan Jumat 24 April tengah
malam.
Jerusalem Post pada hari Minggu (26/4) menyebut
serangan-serangan itu menunjukkan kebijakan baru Israel yang lebih
agresif untuk mencegah semakin menguatnya pengaruh Iran, khususnya di
Suriah.
“Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan pesan yang jelas dan
tegas kepada Iran untuk menghentikan hegemoni regionalnya,” demikian
tulis Jerussalem Post.
Langkah baru Israel ini dilakukan sebagai respon Israel atas
kegagalannya menghentikan program nuklir Iran, terutama kegagalan
mencegah AS dan negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok P5+1
(AS, Rusia, Inggris, Perancis, Cina dan Jerman) untuk berunding dengan
Iran terkait program nuklir Iran.
Seperti diketahui, Israel telah menggunakan berbagai cara untuk
menghentikan program nuklir Iran, termasuk melakukan ‘fait accompli’
terhadap pemerintah AS, dengan pidato PM Israel Benjamin Netanyahu di
depan Congress AS tanggal 3 April lalu tanpa berkonsultasi terlebih
dahulu dengan pemerintah AS, hingga iklan di media massa oleh para
politisi AS pendukung Israel yang menolak perundingan nuklir Iran.
Kini Israel tengah mempersiapkan ‘pilihan terakhir, bagi kenyataan
baru bahwa Iran telah tampil sebagai kekuatan regional yang terus
memperluas pengaruhnya dari Samudra Hindia hingga Laut Merah dan Laut
Tengah’, demikian tulis Jerussalem Post.
Namun untuk mewujudkan ‘pilihan terakhir’ itu Israel harus
bekerjasama dengan negara-negara Arab seperti Saudi Arabia, Mesir dan
negara-negara Teluk. Dan benar, kerjasama dan koordinasi ‘Poros
Riyadh-Cairo- Jerusalem’ ini telah meningkat dalam setahun terakhir,
demikian setidaknya Jerussalem Post, media massa berpengaruh Israel itu mengakui.
Namun dalam konteks memerangi proxi Iran yang paling kuat, Hizbollah,
Israel harus melakukannya sendirian. Tidak mungkin Saudi Arabia dan
kawan-kawan, yang kini terlibat perang melawan proxi Iran lainnya,
kelompok Houthi di Yaman, mengirimkan bantuannya secara nyata kepada
Israel untuk memerangi Hizbollah kecuali hal itu akan menurunkan
kredibilitas Saudi di mata masyarakat Arab.
Pelan namun pasti Iran dan Hizbollah berusaha membangun basis
kekuatan di dekat perbatasan Israel, baik di Lebanon maupun Suriah.
Tujuannya adalah membangun front baru bagi perlawanan terhadap Israel
jika perang terbuka Israel melawan Hizbollah kembali terjadi. Upaya ini
untuk sementara berhasil digagalkan Israel dengan serangan udara yang
menewaskan Jihad Mugniyeh, seorang jendral Iran dan beberapa pejuang
Hizbollah yang tengah melakukan misi rahasia di dekat perbatasan Israel
di Golan, Suriah, bulan Januari lalu.
Sejumlah laporan menyebutkan, setidaknya telah terjadi 10 kali
serangan udara Israel di Suriah dan satu serangan udara di Lebanon
selama dua tahun terakhir. Serangan-serangan itu terutama ditujukan
terhadap konvoi senjata-senjata berat Iran maupun Suriah kepada
Hizbollah.
Namun demikian Israel tidak bisa menghentikan penumpukan
senjata-senjata berat Hizbollah, terutama sejak Perang Lebanon II tahun
2006. Diperkirakan Hizbollah telah memiliki setidaknya 100.000 rudal dan
roket yang bisa menjangkau setiap titik di Israel termasuk
sasaran-sasaran vital seperti reaktor nuklir, markas komando dan
basis-basis militer, jaringan infrastruktur, pembangkit energi dan
sebagainya.
Para pembuat keputusan Israel sendiri percaya bahwa tidak ada yang
bisa dilakukan untuk mencegah keinginan Hizbollah untuk mempersenjatai
diri.
Diperkirakan Hizbollah telah memiliki setidaknya 100.000 rudal dan
roket yang bisa menjangkau setiap titik di Israel termasuk
sasaran-sasaran vital seperti reaktor nuklir, markas komando dan
basis-basis militer, jaringan infrastruktur, pembangkit energi dan
sebagainya.
Yang bisa dilakukan kini hanyalah mencegah Hizbollah untuk
menggunakan senjata-senjata itu menyerang Israel. Dan hal itu dilakukan
Israel dengan melakukan serangkaian ‘terror’ kepada poros
Iran-Suriah-Hizbollah berupa serangan-serangan terbatas namun mematikan.
Tujuannya adalah menunjukkan kepada Iran dan sekutu-sekutunya bahwa
Israel tidak pernah main-main dengan masalah keamanan.
Sejauh ini Israel tampaknya berhasil mengekang Iran-Suriah-Hizbollah
untuk tidak melakukan serangan balik ke Israel, meski Israel telah
berulangkali menyerang Suriah dan Hizbollah. Yang dilakukan Iran dan
Suriah, melalui Hizbollah tentunya, adalah dengan melakukan serangan
balasan terbatas langsung ke Israel.
Dalam peristiwa yang menewaskan perwira tinggi Iran di Golan tersebut
di atas, Hizbollah hanya melakukan satu serangan terhadap patroli
perbatasan Israel yang menewaskan 2 tentara Israel (sejumlah media
Lebanon menyebut angkanya jauh lebih tinggi).
Namun permainan ini bisa berubah 180 derajat, ketika Iran dan
kawan-kawan menganggap permainan Israel sudah terlalu jauh. Membiarkan
diri dipukul berkali-kali oleh Israel tanpa membalas adalah sama dengan
membiarkan diri tampak bodoh di hadapan seluruh rakyat di kawasan.
Maka pada satu titik, Iran, Suriah atau Hizbollah akan mengatakan: ‘cukup!’. Dan situasi pun bisa menjadi tidak terkendali.