Sindo - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mulai kesal dengan adanya laporan
bahwa Rusia melakukan operasi militer di Suriah untuk membela rezim
Presiden Bashar al-Assad.
Gedung
Putih menegaskan, setiap dukungan militer Rusia kepada rezim Suriah akan
mengacaukan situasi di Suriah yang sudah berbahaya.
Laporan
munculnya militer Rusia di Suriah itu awalnya dari pemberitaan media
televisi Pemerintah Suriah, SANA, pada pekan ini yang menunjukkan video
pasukan Rusia berjuang bersama pasukan loyalis Presiden Assad.
Video itu juga menunjukkan pasukan militer Rusia hadir di Suriah dengan
kendaraan lapis baja. Pasukan Rusia itu disebut-sebut ikut memerangi
pemberontak di kawasan Pegunungan Latakia, dekat pantai Mediterania
wilayah Suriah.
“Kami menyadari laporan bahwa Rusia mungkin telah
mengerahkan personel dan pesawat militer ke Suriah, dan kami sedang
memantau laporan-laporan tersebut secara cukup erat,” kata juru bicara
Gedung Putih, Josh Earnest kepada wartawan, seperti dikutip Fox News,
Jumat (4/9/2015).
”Setiap dukungan militer (Rusia) kepada rezim
Assad untuk tujuan apapun, apakah itu dalam bentuk personel militer,
perlengkapan pesawat, senjata, atau dana, adalah tindakan
mendestabilisasi dan kontraproduktif,” lanjut Earnest.
Juru
bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner, juga berpendapat
senada.”Kita telah melihat berbagai laporan bahwa, Rusia dapat
mengerahkan personel militer. Kami tidak tahu jelas, apa ini dapat
digunakan untuk (operasi militer),” ujar Toner. ”Kami telah menghubungi
(Moskow) tentang hal ini.”
Kremlin, sampai saat ini belum
memberikan konfirmasi perihal laporan bahwa militernya telah beroperasi
di Suriah demi menolong sekutunya, Presiden Assad.
Seorang
aktivis Suriah, yang berbicara kepada The Times dalam kondisi anonim,
mengatakan, keberadaan militer Rusia di Suriah bukan hal baru. ”Rusia
telah ada sejak lama,” katanya.
”Ada beberapa pejabat Rusia yang
datang ke Slunfeh dalam beberapa pekan terakhir. Kita tidak tahu berapa
banyaknya, tetapi saya dapat meyakinkan Anda bahwa telah penguatan dari
Rusia.”